Apa itu Withholding Tax?
WHT merupakan singkatan dari Withholding Tax. Perpajakan Indonesia menganut sistem Withholding Tax ini dimana setiap Wajib Pajak Perusahaan wajib melakukan pemotongan atau membayarkan pajak atas pembayaran-pembayaran yang bersangkutan dengan PPh 21, 23 dan 4 ayat.
Komponen WHT (dibayarkan paling lambat setiap tanggal 10)
PPh 21 : Pajak yang dikenakan atas Pembayaran Gaji dan Jasa Perorangan
PPh 23 : Pajak yang dikenakan atas penggunaan jasa kecuali jasa konstruksi dan jasa kesehatan dan sewa barang non bangunan
PPh 4 ayat 2 : Pajak yang dikenakan atas pembayaran Jasa Konstruksi, Sewa Tanah Bangunan, dan masih banyak lainnya yang diatur dalam Pasal 4 ayat 2 UU No 36 Tahun 2008. Pada umumnya, Sewa dan Jasa Konstruksi yang paling biasa terjadi.
Cara Pemrosesan:
- Mengecek transaksi saat bulan sudah lewat, misalkan mengecek transaksi Agustus 2021 di awal September 2021.
- Mengecek dokumen pendukung untuk memastikan transaksi perlu dikenakan PPh atau tidak.
- Sebelum tanggal 10, menyiapkan dana untuk membayarkan PPh.
Bagaimana dengan SPT Pribadi Karyawan?
Selain memenuhi perpajakan WHT, Wajib Pajak Badan juga memiliki kewajiban kepada karyawan tetap-nya, yaitu membagikan Bukti Potong Tahunan yang disebut 1721-A1. Dokumen ini digunakan karyawan untuk melaporkan SPT Pribadi masing-masing.Bukti potong ini dibuatkan 1 bulan setelah karyawan resign atau wajib dibuatkan tiap 1 bulan setelah akhir tahun.
Perlu dicatat, Bukti Potong tidak dapat digunakan bila tidak ada NPWP.
Pelaporan dapat dilakukan di DJPOnline dengan mendaftarkan EFIN terlebih dahulu dan merupakan kewajiban perorangan masing-masing.
Apa itu Insentif Covid PPh?
Sejak April 2020 s/d Sekarang, Wajib Pajak Badan di Indonesia dapat memanfaatkan insentif PPh 21 dimana karyawan dengan penghasilan bruto di bawah Rp 16.666.666 per bulan tidak termasuk THR dan Bonus tidak dikenakan dikenakan PPh 21.
Apa pengaruhnya kepada SPT Pribadi?
Tidak ada, karyawan tetap menunggu bukti potong 1721 A1 seperti biasa dan melaporkan dengan cara yang sama.
Pengaruh untuk BUT?
Penghematan biaya pajak apabila perusahaan menanggung pajak karyawan.
Apa yang harus dilakukan untuk kasus OP suatu perusahaan tidak melaporkan 1721 A1-nya karena karyawan tersebut resign di pertengahan tahun?
Kewajiban Wajib Pajak Badan hanya sampai pada tahap memberikan Bukti Potong 1721 A1. Kewajiban pelaporan SPT Pribadi Karyawan bukan kewajiban Wajib Pajak Badan. Oleh karena itu, alangkah baiknya seluruh bukti potong 1721 A1 diberikan meskipun karyawan bersangkutan sudah resign.
Apa itu Annual Tax Report (SPT Tahunan Badan)?
Pasal 2 ayat 1a UU No 36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan menyatakan bahwa Bentuk Usaha Tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Oleh karena itu pelaporan pajaknya pun akan disamakan seperti Perusahaan di Indonesia pada umumnya, yaitu mengadakan pembukuan.
Laporan pemasukan pengeluaran setiap bulan selama suatu tahun akan dibukukan menjadi laporan keuangan yang berisikan komponen Pendapatan dan Beban untuk memperoleh status Laba atau Rugi.
Pada laporan keuangan tersebut juga dilakukan penyesuaian biaya berdasarkan aspek pajak yang dinamakan “Koreksi Fiskal”. Pajak tidak memperkenankan beberapa jenis pembiayaan seperti biaya Pajak Penghasilan, biaya lain-lain yang tidak diketahui penggunaannya, dan juga hanya memperkenankan 50% pembiayaan yang dicurigai tidak sepenuhnya untuk urusan kantor seperti pulsa telepon, sewa mobil yang bisa dibawa pulang mobilnya dan masih banyak jenis lainnya.
Keterangan ini dapat ditemukan di Undang Undang No 36 Tahun 2009 mengenai Pajak Penghasilan di Pasal 9. https://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=13430
Bila menemukan biaya yang berkaitan dengan Pasal 9 tersebut, biaya akan dikoreksi dari Laporan Keuangan sehingga tidak dapat digunakan sebagai pengurang Laba untuk perhitungan pajak. Koreksi fiskal ini dapat menyebabkan Laba bertambah maupun berkurang.
Diketahui Laba setelah Koreksi Fiskal adalah Rp 376.294.186.
Ada 3 macam lapisan tarif untuk menghitung PPh terutang di akhir tahun, berikut 3 lapisannya:
Untuk SPT Tahunan Tahun 2020 dan setelahnya
Lapisan | Rumus PPh Terutang |
Pendapatan Usaha di bawah Rp 4.800.000.000, mendapat fasilitas | Laba setelah koreksi fiskal x 22% x 50% |
Pendapatan Usaha di antara Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000 | Perlu menghitung Laba yang mendapat fasilitas dengan cara:
4.800.000.000/Nilai Pendapatan Usaha x Laba setelah Koreksi Fiskal Jadi rumusnya: (Laba mendapat fasilitas x 22% x 50%) + (Laba tidak mendapat fasilitas x 22%) |
Pendapatan Usaha di atas Rp 50.000.000.000 | Laba setelah koreksi fiskal x 22% |
Untuk SPT Tahunan Tahun 2010 – 2019
Lapisan | Rumus PPh Terutang |
Pendapatan Usaha di bawah Rp 4.800.000.000, mendapat fasilitas | Laba setelah koreksi fiskal x 25% x 50% |
Pendapatan Usaha di antara Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000 | Perlu menghitung Laba yang mendapat fasilitas dengan cara:
4.800.000.000/Nilai Pendapatan Usaha x Laba setelah Koreksi Fiskal Jadi rumusnya: (Laba mendapat fasilitas x 25% x 50%) + (Laba tidak mendapat fasilitas x 25%) |
Pendapatan Usaha di atas Rp 50.000.000.000 | Laba setelah koreksi fiskal x 25% |
Apa itu Branch Profit Tax?
Badan Usaha Tetap (Permanent Establishment), yaitu perusahaan cabang yang induk-nya berada di luar Indonesia yang menjalankan jenis usaha sama dengan perusahaan Induk-nya. Bila Perusahaan jenis BUT ini mengalami keuntungan, maka keuntungan tersebut biasanya akan dikirimkan ke negara asalnya yang dikenakan pajak yang bernama Branch Profit Tax. Tarif Branch Profit Tax ini adalah 20% bila tidak memilih DGT Form atau COR dari negara asal Perusahaan Induk, dan 10% atau lebih rendah bagi yang Perusahaan Induk-nya mampu menyediakan DGT Form atau COR (Dalam case ini, China memiliki tarif 10%, bisa berbeda dengan negara lain).
Bagaimana bila proyek yang dijalankan di Indonesia dibayarkan langsung ke China tidak melalui BUT?
Maka perusahaan yang membayar ke China yang akan dibebankan Branch Profit Tax 20% atau disebut PPh Pasal 26 dan memerlukan DGT Form atau COR agar tidak dikenai Tarif 20%.
Apa itu DGT Form dan COR?
DGT Form adalah form yang perlu diisi Wajib Pajak Luar Negeri dan divalidasi ke KPP asal Wajib Pajak Luar Negeri tersebut sebagai bukti bahwa mereka merupakan Wajib Pajak Luar Negeri dan penghasilan mereka di Indonesia tidak berhak dikenakan pajak di Indonesia. Hal ini sekaligus menghilangkan kewajiban Wajib Pajak Dalam Negeri untuk membayarkan PPh sebesar 20% atas biaya yang dikeluarkan ke Wajib Pajak Luar Negeri tersebut. Dan COR adalah Surat Keterangan Domisili yang dikeluarkan oleh KPP asal Wajib Pajak Luar Negeri. Form DGT dapat diperoleh di https://www.pajak.go.id/sites/default/files/2019-05/Form%20DGT.pdf sedangkan COR harus meminta langsung ke Wajib Pajak Luar Negeri.
Untuk tambahannya, di Indonesia mengakui Accrual Basis dimana penghasilan diakui oleh perusahaan karena sudah ada menerbitkan Invoice meski belum dilunasi. Meskipun proyek baru dibayarkan 20% tetapi Invoice sudah diterbitkan, Branch Profit Tax mengacu pada Pendapatan yang sudah diakui. Oleh karena itu, perlu ada perencanaan dalam penerbitan Invoice dan Faktur Pajak untuk menghindari beban cashflow yang berlebihan dalam 1 tahun.
Kesimpulannya, Badan Usaha Tetap memiliki 2 pajak tahunan, yaitu Pajak terutang di Indonesia dan Branch Profit Tax.
Apakah ada ketentuan nilai pajak tertentu bagi pekerjaan construction, consultant, engineering, dan sight surveys?
Bila BUT tersebut merupakan Pengusaha Kena Pajak. Wajib memungut PPN sebesar 10% dari total nilai proyek yang diselenggarakan oleh BUT.
Selain PPN, untuk proyek BUT atas proyeknya mungkin untuk dipotong beberapa jenis pajak oleh Customer:
- PPh 23 2% bila mengadakan jasa konsultasi, jasa manajemen, jasa sight surveys
- PPh 4 ayat 2 4% (Bila BUT tidak memiliki Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi) bila mengadakan jasa konstruksi, engineering.
- PPh 4 ayat 2 2% (Bila BUT memiliki Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi kualifikasi kecil) bila mengadakan jasa konstruksi, engineering.
- PPh 4 ayat 2 3% (Bila BUT memiliki Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi kualifikasi menengah) bila mengadakan jasa konstruksi, engineering.
Kapan kewajiban PPN dan PPh akan berlaku untuk BUT?
Pasal 13 ayat 1a Undang Undang No 42 Tahun 2009 mengenai PPN, menyebutkan Faktur Pajak harus dibuat pada saat:
- Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
- Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
- Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
Untuk jasa konstruksi yang biasanya pembayarannya dilakukan bertahap, maka Faktur Pajak dibuat berdasarkan termin pengerjaan yang tertera pada kontrak. Sedangkan untuk PPh, dipotong saat pembayaran yang akan diberikan Bukti Pemotongan oleh pihak yang membayar. Mohon difollow-up kepada lawan transaksi karena Bukti Pemotongan berguna untuk mengurangi PPh Badan di akhir tahun.
Bagaimana bila ada proyek di Indonesia yang langsung berhubungan China bukan melalui BUT di Indonesia?
Bila perusahaan Indonesia yang menggunakan jasa dari luar negeri yang dimana perusahaan luar negeri tersebut memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, maka Perusahaan Indonesia tersebut dapat menerapkan pajak Indonesia dalam kontrak pekerjaannya.
Begini simulasinya:
- Bila menggunakan perpajakan China, atau bisa dibilang penghasilan langsung dicatat di China maka Perusahaan Indonesia tersebut perlu menyetorkan PPh 26 sebesar 20% dari nilai proyek sebelum PPN.
- Bila menggunakan perpajakan Indonesia, atau bisa dibilang penghasilan dicatat oleh Bentuk Usaha Tetap perusahaan China tersebut maka Perusahaan pengguna jasa hanya menyetorkan PPh 23 sebesar 2% bila Jasa yang ditawarkan ada jasa manajemen, jasa konsultasi dan jasa survey. PPh 4 ayat 2 sebesar 3% bila Jasa pelaksana konstruksi dari nilai proyek.
Akan tetapi pada akhirnya, Bentuk Usaha Tetap perusahaan China ini akan menyetorkan Branch Profit ke China dengan tarif 20% atau 10% dengan Surat Domisili dari China tetapi bukan dari nilai proyek melainkan dari Laba (Bila tahun itu, dalam keadaan untung).
Ditulis Oleh: Valdi Sayoga
Foto: Philipp Birmes, Pexels