Natura sebagai Objek Pajak dan Dapat Dibiayakan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, natura adalah barang yang sebenarnya dan bukan dalam bentuk uang. Lalu, bagaimana perlakuan pajak atas natura bagi pemberi maupun penerima natura?
Dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut UU PPh), yang dikecualikan dari objek pajak adalah penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh:
- Bukan Wajib Pajak;
- Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final; atau
- Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh.
Selanjutnya, bagi Wajib Pajak atau Pemerintah sebagai pihak pemberi natura, biaya yang dikeluarkan atas pemberian natura tersebut dikategorikan sebagai biaya yang tidak dapat dikurangkan (non deductible expenses), sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap tidak boleh dikurangkan atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali:
- Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai;
- Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penegasan tentang natura tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.03/2018, pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja sebagai berikut:
- Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan;
- Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tertentu;
- Pemberian natura dan kenikmatan merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.
Natura dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Pada tanggal 29 Oktober 2021, Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (selanjutnya disebut UU HPP). Dalam Pasal 4 ayat (1) UU HPP menyebutkan, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, termasuk imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan.
Namun, bukan berarti semua pemberian natura merupakan objek pajak, ada beberapa yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 ayat (3) UU HPP, yaitu:
- Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;
- Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
- Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
- Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; atau
- Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.
Selain menjadi objek pajak, natura juga dapat dikategorikan sebagai biaya yang dapat dikurangkan (dedutible expenses) untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf n UU HPP.
Untuk peraturan lebih lanjut mengenai natura yang menjadi objek pajak dan dapat dibiayakan, mari kita tunggu peraturan turunan yang mengatur lebih lanjut tentang ini diterbitkan ya.
Ditulis Oleh: Risa Nurul Aeni
Gambar: Any Lane, Pexels