You are currently viewing Aspek Pajak Atas Kerugian Dari Luar Negeri

Aspek Pajak Atas Kerugian Dari Luar Negeri

Seiring dengan perkembangan teknologi, batas-batas geografi dalam usaha menjadi semakin tipis. Hal ini memudahkan siapapun untuk dapat berusaha darimanapun mereka berada.

Namun, dalam dunia usaha kerugian adalah resiko yang tidak dapat dipisahkan. Lalu bagaimana aspek pajak atas kerugian yang berasal dari luar negeri?

Dalam beberapa artikel yang penulis baca, seringkali pembahasan atas kerugian berhenti dengan konklusi bahwa kerugian dari luar negeri tidak dapat dibebankan dalam pajak, sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) PMK 192 tahun 2018:

“(3)          Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), WPDN tidak dapat memperhitungkan:

a. kerugian usaha dari cabang atau perwakilan di luar negeri, termasuk kerugian usaha dari cabang atau perwakilan di luar negeri yang diperoleh setelah memperhitungkan kerugian yang diperoleh dari harta atau kegiatan yang memiliki hubungan efektif dengan cabang atau perwakilan WPDN di luar negeri; dan

b. kerugian lain yang diderita di luar negeri.”

 

Padahal, apabila kita membaca lebih jeli kedalam lampiran penjelasan PMK 192 Tahun 2018 Huruf A No. 2 disebutkan bahwa:

“Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dengan penghasilan di Indonesia. Namun, dalam hal kerugian yang diderita di luar negeri diperoleh dari harta atau kegiatan yang memiliki hubungan efektif dengan cabang atau perwakilan di luar negeri, maka WPDN dapat memperhitungkan kerugian tersebut terhadap penghasilan neto cabang atau perwakilan di luar negeri tersebut.”

Terdapat pengecualian bagi kerugian dari luar negeri yang diperoleh atau kegiatan yang memiliki hubungan efektif dengan cabang atau perwakilan di luar negeri, maka WP dapat memperhitungkan kerugian tersebut.

Sebagai contoh:
PT A memiliki anak usaha di Filipina dan memproduksi makanan ringan, pada tahun 2022 anak usaha di Filipina tersebut mengalami kerugian. Oleh karena itu, kerugian tersebut dapat diperhitungkan terhadap penghasilan neto cabang tersebut.

Mengingat pentingnya hal ini dalam pelaksanaan peraturan, seharusnya pemerintah dapat memasukkan pengecualian ini ke dalam badan aturan, bukan di bagian lampiran.

Semoga bermanfaat.

 

Penulis: Kenny Junius Wahyudi
Picture: Ahsanjaya, Pexels