Pemerintah Indonesia terus berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Salah satu langkah nyata dala mendukung UMKM adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 yang memberikan kemudahan terkait Pajak Penghasilan (PPh) final bagi UMKM dengan hanya melakukan pencatatan atas peredaran bruto. Namun, apa yang terjadi setelah masa berlaku PPh Final UMKM berakhir? Artikel ini akan membahas lebih lanjut terkait tindakan dan kewajiban Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM setelah melewati periode penerapan PPh Final.
Latar Belakang dan Insentif Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM
PP 55 Tahun 2022 memberikan fasilitas tarif PPh final untuk UMKM dengan batasan omset tertentu. Berdasarkan Pasal 59 PP 55 Tahun 2022, bagian jangka waktu subjek pajak paling lama 7 tahun untuk WP Orang Pribadi. Jangka waktu tersebut terhitung bagi WP OP yang terdaftar sebelum atau di tahun 2018 dan berakhir pada tahun 2024. Fasilitas ini membebaskan UMKM dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan. Namun, setelah berakhirnya masa berlaku PPh final, Wajib Pajak OP perlu memahami perubahan dalam tata cara perpajakan.
Pemahaman Pembukuan Setelah Berakhir
Setelah berakhirnya masa berlaku PPh Final UMKM, WP OP UMKM yang terdaftar sebelum atau di tahun 2018 akan kembali ke status pajak umum. Ini berarti mereka harus memahami aturan perpajakan yang berlaku seperti Wajib Pajak Orang Pribadi pada umumnya, termasuk kewajiban menyelenggarakan pembukuan yang sesuai dengan ketentuan umum.
Contoh : Tuan Tretax sebagai WP Orang Pribadi terdaftar tahun 2016, maka beliau bisa menggunakan fasilitas tarif PPh final 0,5% mulai dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2024. Sementara misalnya Tuan Tretax terdaftar tahun 2021, maka beliau bisa menggunakan tarif PPh final 0,5% mulai tahun 2021 sampai dengan tahun 2027.
Jadi Pembukuan Harus Dilaksanakan Tahun 2025?
Penting untuk diketahui, Pembukuan tidak dapat dihindari oleh WP OP dengan catatan apabila peredaran bruto pada satu tahun pajak sudah lebih dari Rp 4.8M maka harus melakukan Pembukuan. Pembukuan merupakan hal yang harus dilakukan setelah PPh final UMKM berakhir bagi WP OP dengan menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh, namun apabila WP OP masih belum dapat menyelenggarakan kegiatan pembukuan dengan baik maka WP OP UMKM dapat memilih Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Dengan NPPN, WP perlu mengalikan peredaran bruto dengan norma atau persentase yang telah ditetapkan untuk setiap jenis usaha atau pekerjaan bebasnya. Selain itu, WP tersebut juga masih dapat melakukan pencatatan.
Kesimpulan
Pada tahun 2025, Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan setelah berakhirnya masa berlaku Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM. Meskipun sebelumnya UMKM mendapatkan fasilitas tarif PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, kini, setelah periode tersebut berakhir, WP OP UMKM harus kembali ke status pajak biasa.
Contoh kasus menunjukkan bahwa WP OP yang terdaftar sebelum atau di tahun 2018 dapat memanfaatkan fasilitas tarif PPh final 0,5% hingga akhir tahun 2024 atau 2027, tergantung pada tahun pendaftaran. Namun, pada tahun 2025, WP OP UMKM diharuskan untuk melakukan kegiatan pembukuan. Jika WP OP masih menghadapi kesulitan dalam menyelenggarakan pembukuan, mereka dapat memilih Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) apabila peredaran bruto dalam satu tahun pajak tidak lebih dari Rp 4.8 M dengan mengalikan peredaran bruto dengan norma atau persentase yang telah ditetapkan sehingga masih dapat melakukan pencatatan.
Dengan demikian, kewajiban perpajakan di tahun 2025 menjadi langkah penting bagi WP OP UMKM untuk menjaga kepatuhan perpajakan dan memastikan kelancaran operasional bisnis mereka.
Artikel ditulis oleh: Aldi Mintadireja
Photo by Liza Summer: https://www.pexels.com/photo/focused-blogger-working-on-project-at-home-6347919/